Rabu, 10 November 2010

Puisi

Dan kini, biarkan aku berdiri disini untuk aku mengatakan suatu hal yang mungkin bukanlah mimpi…
Suatu hal yang mungkin hanya terucap untukmu seorang…
Tak ada yang pantas untuk kuucapkan, selain dirimu…
Karena, hanya dirimu yang ada untukku…
Ganesh…
Begitulah yang tertempel dalam mading. Sebuah tulisan yang dikirim oleh manusia yang di kenal sama anak-anak, sebagai seorang cowok yang paling bandel satu sekolahan. Ganesh Pratityo atau yang sering dipanggil Ganesh ini tumben-tumbenan, bisa bikin puisi sekaligus memuatnya di mading. Dan apa yang terjadi, satu sekolahanpun langsung geger. Dan langsung ngebicarain tentang perbuatan Ganesh yang sangat aneh.
“Tumben banget ya, si Ganesh ngebuat kayak gituan?!” ucap seorang cewek yang duduk di tangga sekolah. “Kayaknya, bakal ada hujan gede.”
“Iya... ya?!” balas si cewek satu lagi. “Tumben-tumbenan Ganesh ngebuat puisi. Biasanya, kerjaannya cuma berantem aja.”
“Elo ngapain disini? Cucuapan? Ngomongin gue?” tanya seorang cowok yang tiba-tiba muncul. Anak-anak cewek itupun langsung memberhentikan pembicaraannya.
“Ng... nggak kok,” ucap salah seorang dari mereka dengan nada gugup. “Kita nggak ngebicarain elo.”
“Ngapain disini? Ngalangin jalan tau,” ucap Ganesh tambah galak. Anak-anak cewek itu pun langsung memberi jalan kepada Ganesh. Ganesh pun langsung jalan menaiki anak tangga.

“Mana Tera?” tanya Ganesh marah-marah sambil masuk ke kelas seorang cewek yang bernama Terani Mahesa atau yang sering di panggil Tera adalah seorang ketua mading yang sifatnya 1800 beda banget sama Ganesh.
“Gue disini?!” balas Tera dengan nada lantang.
“Loe ikut gue,” ucap Ganesh sambil menarik Tera keluar dari kelasnya.

Ganesh mengajak Tera ke belakang gedung sekolah yang sangat amat nian sepi banget. Dia pun langsung menghentakan Tera dengan kasar.
“Aduhh..” ucap Tera mengaduh. “Kenapa sih?”
“Elo apa-apaan sih, naruh puisi gue di mading. Elo mau nyari mati?” ucap Ganesh meledak-ledak.
“HEH?!” bentak Tera nggak kalah kasar. “Elo kenapa sih? Puisinya di terbitin, bukannya seneng, malah marah-marah,” ucapnya sambil duduk di kursi yang hampir rapuh. “Harusnya, elo bangga.”
“Mau gue bangga atau nggak, bukan urusan elo?!” ucapnya sambil nunjuk hidung Tera.
“Gue tau, lagipula, itu juga nggak ngaruh kan, mau gue pacar elo atau nggak juga,” ucapnya sambil menatap Ganesh tajam. “Udah tiga tahun, kita kayak gini terus. Elo nyembunyiin hubungan ini dari teman-teman elo. Gue cape, Nesh?!” ucapnya jujur. Ganesh hanya diam. Wajahnya yang tadi kelihatan marah, kini menjadi biasa aja, malahan ikut sedih. “Gue tau, gue ma elo tuh beda banget, tapi, apa mesti kita nyembunyiin ini semua selama tiga tahun?”
“Gue tau, elo udah cape dengan kayak gini, tapi, elo juga tau kan alasan gue apa?”
“Gue ngerti, Nesh,” ucapn Tera dengan nada lembut. “Tapi, sampai kapan, kita kayak gini? Gue cape, Nesh?!”
“Gue tau,” ucap Ganesh dengan nada lembut juga. “Gue juga nggak mau kayak gini terus.”
“KKRRIINNGG...” suara bel masuk telah berdering. Anak-anak yang tadinya berada di mading, berangsur-angsur mulai pada ke kelasnya.
“Udah masuk,” ucap Tera. “Masalah puisi itu, maaf ya?”
“Nggak apa-apa kok, gue ngerti,” balas Ganesh. “Balik ke kelas yuk?!”
“Elo duluan,” ucap Tera. Ganesh pun berjalan duluan. Setelah sekitar sepuluh sampai lima belas langkah, Tera pun langsung mengikutinya. Mereka pun langsung memasuki kelasnya masing-masing dengan rahasia mereka berdua.

Pelajaran udah dimulai lima belas menit yang lalu. Terlihat, Tera sedang melamun di kelasnya. Di kelasnya lagi nggak ada guru. Jadi aja, kelasnya ruwet.
“Ter,” ucap seorang cewek dari arah belakang Tera, Rachel. Tera melihat ke arah suara. “Itu bener puisinya Ganesh?”
“Wah... gue nggak tau ya, mba?!” ucap Tera sambil mengankat kedua bahunya.
“Kok nggak tau? Elo kan yang ngemuat?!”
“Gue yang ngemuat, bukan berarti, gue juga tau kan siapa yang ngebuat?!”
“Iya sih, tapi kenapa ada nama Ganesh di bawahnya?”
“Ya... mungkin, itu memang buatan Ganesh.”
“Katanya bukan?”
“Gue juga nggak tau kali?!” ucap Tera berusaha biasa aja. “Emang kenapa sih?”
“Ya... cuma mau tau kepastian doang.”
“Kepastian apa?” tanya Tera penasaran.
“Kalo belum ada satu cewek yang ngedapatin dia,” ucap Rachel PD. “Kan bisa gaswat, kalo Ganesh udah ada yang punya,” tambahnya sambil mengedipkan sebelah matanya kepada Tera. Tera hanya bisa tersenyum. Ganesh udah ada yang punya kali, ucap Tera dalam hati. “Yassuw, gue ke kelas gue dulu ya,” pamitnya. Tera hanya berusaha tersenyum tulus.

Bel keluar udah berbunyi. Anak-anak yang pada di kelas langsung pada berebut untuk keluar dari kelasnya. Terlihat, Ganesh terburu-buru keluar dari kelasnya dan berjalan ke arah kelas Tera yang berada di lantai tiga.
Ganesh melihat keadaan sekitar, anak-anak yang pada di lantai atas, udah pada turun. Dan kayaknya, mereka berdua nggak akan balik lagi ke kelas. Karena, letaknya yang di atas dan yang pasti, belum ada eskalator, jadi anak-anak yang udah turun ke lantai bawah, pasti malas banget ke lantai atas.
Ganesh berjalan dengan santai. Terlihat, Tera masih membereskan bukunya yang masih berserakan di atas meja. Ganesh pun langsung masuk ke dalam kelas Tera.
“Lama banget?” tanya Ganesh sambil duduk di meja Tera.
“Ya... sabar,” balas Tera. “Tadi, Rachel kesini?!”
“Ngapain?”
“Nanyain tentang puisi itu,” ucap Tera dengan nada rada kesel.
“Buat apa?”
“Katanya, dia cuma mau minta kepastian,” ucapnya sambil memasukan buku terakhir yang masih berada di luar. Raut wajah Ganesh pun berubah. “Dia nanya, apa itu puisi elo atau bukan?”
“Emang kenapa? Apa urusan dia nanya-nanya kayak gitu?” tanyanya dengan nada kesal.
“Mana gue tau ya, mas,” ucap Tera dengan nada sinis. “Dia cuma mau mastiin, apa elo udah punya cewek atau belum.”
“Elo jawab?”
“Mana gue tau,” ucapnya sambil memakai tas selempangnya. “Terus, soal puisi, gue juga nggak tau siapa yang buat. Yang gue tau, puisi itu cuma ada nama Ganesh doank,” tambahnya lagi. Ganesh hanya senyum satu detik. “Hebatkan gue?!”
“Iya... hebat,” ucap Ganesh.
“Yuk balik?!” ajak Tera. Ganesh hanya mengangguk. “Tapi, gue nunggunya di perempatan ya?!” tambahnya lagi. Ganesh hanya mengangguk lagi.
“Kayaknya...” ucap Ganesh tapi nggak tuntas. Tera hanya memandang Ganesh dengan tatapan penuh tanya. “Nggak jadi deh?!” ucap Ganesh sambil melangkah keluar dari kelas Tera duluan. Tera hanya manyun. Kayaknya besok adalah hari pembuktian gue, ucap Ganesh dalam hati.

Pagi selalu sejuk, mendamaikan jiwa,
Siang selalu cerah, sinarmu yang menemaniku,
Bukan panas yang menerpa, tapi cinta yang kurasa,
Malam kini kian menjelang, bukan ketakutan menghantui, tapi tentram yang kurasa,
Seperti adanya dirimu disisiku,
Saat ku bersedih, bukan sesak, tapi, senyum yang ada,
Saat ku gundah, bukan risau, tapi, damai dalam jiwa,
Saat aku menghadapi suatu kegagalan, bukan keputusan asaan, tapi semangat yang muncul,
Saat aku bersiap menghadapi semua kenyataan yang selama ini aku pendam, bukan galau,
Tapi kenyakinan yang mendalam untuk terus maju dalam kejujuran yang selama ini aku sembunyikan,
Ganesh...
Buat anak-anak satu sekolahan, gue cuma mau jujur aja sama elo semua. Kalo selama ini, gue udah jadian sama TERA (Terani Mahesa), atau sering elo pada kenal dengan sang ketua mading. Terus yang puisi kemarin, itu puisi gue dan itu di tujukan untuk TERA. Dan gue harap, elo semua nggak ngebuat-buat gosip nggak bener lagi.
Itulah yang terpasang di mading utama dekat ruang guru. Anak-anak yang ngebacanya, langsung pada kaget banget. Dan langsung pada nggak percaya.
“TERA?!” panggil seorang cewek yang terburu-buru menghampiri, Rachel. “Elo jadian sama Ganesh?”
“HAH?!” ucap Tera nggak percaya. “Maksud elo?”
“Elo lihat aja di mading?!” ucap Rachel sambil menunjuk ke arah mading utama. Tera pun langsung lari melihat ke arah yang di tuju. Dia mulai membaca apa yang terpasang di mading utama. Apa bener, ini perbuatan Ganesh? Tanya Tera dalam hati. Dia lagi waras nggak sih? Tambahnya lagi. “Jadi bener?” tanya Rachel mendesak. Tanpa bisa ngejawab, Tera langsung ke kelas Ganesh.
“Ganesh?!” ucapnya yang mengagetkan anak-anak yang berada di kelasnya Ganesh.
“Ganeshnya belum ke kelas,” ucap salah satu diantara mereka. “Kenapa? Elo kangen ya?”
“CIE...” ucap anak satu kelas. Tera pun langsung kabur ke tempat yang biasanya Ganesh berada, gedung belakang sekolah.
“Ganesh,” ucap Tera. Tapi, Ganesh nggak ada. Cuma ada sepucuk surat yang tertempel di dinding yang udah pada lusuh. Terlihat, ada nama Tera di situ. Tera pun langsung membuka dan membacanya.
Dear Tera,
Mungkin, elo nganggap gue udah gila dengan memaparkan semua rahasia. Tapi, gue nggak mau, kalo ini di sembunyiin terus. Gue mau kejujuran yang ada dalam hidup gue. Gue udah cape main sembunyi-sembunyian terus sama orang lain. Dan satu hal lagi, gue nggak peduli, orang-orang bilang apa tentang kita. Memang kita berbeda, dan perbedaan itu yang ngebuat gue takut selama ini, tapi, gue yakin, kalo gue jujur sama kehidupan gue, gue bakal ngerasa nyaman.
Sekarang, terserah elo mau nerbitin puisi gue atau nggak. Yang pasti, gue bakal tetep nulis puisi buat elo. Dan cuma elo yang bisa ngebuat hidup gue kayak gini.
Thanx..
Ganesh...
Baca Tera dalam hati. Matanya mencari seseorang yang dia yakin, pasti orangnya masih berada disitu.
“Gue yakin, elo cuma ngumpet kan?!” ucapnya rada teriak. “Keluar, Nesh?!” tambahnya. Terlihat, sosok Ganesh yang keluar dari tempat persembunyiannya. Tera hanya menghampiri dan langsung memeluknya.
“Elo nggak marah kan?” tanya Ganesh. Tera hanya menggeleng dalam pelukan Ganesh. Terlihat senyuman di bibir Ganesh.
“Jadi bener, elo berdua pacaran?!” ucap seorang cewek yang berada diantara orang-orang yang pada penasaran dengan kejadian yang menimpa satu sekolahan, Rachel. Tera dab Ganesh langsung melepaskan pelukannya dan melemparkan senyuman ke arah anak-anak yang pada ngumpul. “Ya... pupus deh harapan gue,” ucapnya dengan nada sedih, tapi rada melucu.
“Ya... maaf, Chel?!” ucap Tera dengan senyuman.
“Kayaknya, gue mesti cari gebetan baru,” tambah Rachel sambil manyun. Tera sama Ganesh hanya tersenyum.

Bel pulang udah berbunyi beberapa menit yang lalu. Keadaan sekolah yang tadinya geger pun langsung mereda. Dan kayaknya, semuanya udah kembali normal. Ganesh dan Tera pun udah nggak perlu sembunyi-sembunyian lagi untuk ketemu. Malahan, terlihat Ganesh sedang menunggu Tera di depan kelasnya.
“Tumben cepet?!” ucap Ganesh yang keluar pertama dari kelasnya.
“Kan sekarang, nggak perlu sembunyi-sembunyian lagi,” balas Tera.
“Enakan kayak gini ya, jadi nggak perlu pulang ngaret lagi.”
“Itu semua gara-gara puisi,” ucap Tera sambil menuruni anak tangga. Ganesh hanya tersenyum. “O... iya, emang elo sering bikin puisi ya?”
“Nggak ah... kata siapa?” ucap Ganesh bohong.
“Udah nggak usah bohong, elo kan yang nulis sendiri di surat. Kalo elo suka banget bikin puisi,” goda Tera. Ganesh hanya menggelengkan kepalanya. “Jangan bohong deh...”
“Terserah lah, yang penting. Kita kan nggak main sembunyian-sembunyian lagi kan?!” ucapnya sambil tersenyum. Tera pun hanya membalas senyumannya. Memang, lebih bahagia kalo kita jujur dengan hidup kita, ucap Ganesh dalam hati.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar